Teater


Sejarah Teater

Teater berasal dari kata teatron (Bahasa Yunani) artinya tempat melihat. Teater berasal dari upacara agama primitif, berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan di kuburannya, dan berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita lalu cerita itu didramakan. Waktu dan tempat pertunjukan teater pertama kali dimulai tidak diketahui.
Perbedaan Teater, Drama, Sandiwara, dan Tonil
Drama berasal dari bahasa Yunani juga; dramoi atau dran. Artinya, bertindak, berlaku, berbuat, beraksi. Saat ini, pengertian drama lebih dihubungkan dengan karya sastra. Bisa juga berarti naskah lakon.
Jadi, pengertian drama adalah hasil seni sastra (naskah) yang ungkapannya dalam wujud teater menekankan pada kekuatan unsur suara (kata, ucapan, dialog) baik yang tersurat atau tersirat.
Lalu, apa yang dimaksud dengan sastra drama? Sastra drama adalah sebuah karya tulis berupa rangkaian dialog yang mencipta atau tercipta dari konflik batin atau fisik yang memiliki kemungkinan untuk dipentaskan. Konsep penulisannya berangkat dari hakikat sebab dan akibat. Drama sering pula diartikan sebagai kehidupan manusia yang berbuat atau beraksi. Intinya, pemahaman drama  adalah (a) karya tulis untuk teater, (b) setiap situasi yang mempunyai konflik dan penyelesaian cerita, (c) jenis sastra berbentuk dialog untuk dipertunjukkan diatas pentas.
Sandiwara, berasal dari Bahasa Jawa yang terdiri dari 2 kata yang disatukan, yakni sandi dan wara yang berarti pembeberan atau pewartaan. Jadi, sandiwara artinya rahasia yang dibeberkan atau diwartakan. Kata sandiwara dicetuskan oleh Sri Mangkunegara VII untuk menggantikan istilah dalam bahasa Belanda, toneelstuk,
Tonil atau Toneel atau Toneelstuk berasal dari bahasa Belanda, artinya kurag lebih serupa dengan drama atau sandiwara.
Singkatnya demikian, Drama adalah ide/jalan pikiran atau kisah/lakon yang ditulis dalam bentuk dialog serta penjelasannya, berkisah tentang manusia. Teater adalah tempat pertunjukkan, drama menjadi terwujud bentuknya di dalam teater. Tapi teater juga berarti seluruh kegiatan (tempat, isi, bentuk kegiatan, kelompok penggiat) yang saling berhubungan



Perbedaaan Opera dan Teater
Opera adalah pentas yang bermusik dan semua dialognya dinyanyikan. Opera juga teater. Teater terdiri dari unsur-unsur sastra drama, seni peran, seni gerak, seni suara, seni musik, seni rupa, arsitektur. Perbedaan dari masing-masing bentuk teater adalah pada cara penyajian (kemasan). Wayang orang, ludruk, lenong, ketoprak, dan tontonan yang digelar di jalanan termasuk teater rakyat atau teater tradisi.

Teater Yunani
Teater yg berkembang seperti saat ini berasal dari zaman Yunani Purba, sekitar th 600 SM mereka mengadakan festival tari dan nyanyian untuk menghormati dewa Dionysius yaitu dewa anggur dan kesuburan. Menurut berita tertua, diadakannya sayembara teater untuk menghormati dewa Dionysius th 534 SM di Athena. Sayembara itu untuk pertunjukan tragedi dan salah seorang pemenangnya adalah Thespis seorang aktor dan penulis naskah tragedi yg pertama dikenal dunia. Teater Yunani mengalami puncak perkembangan sekitar th 400 SM. Di Athena tempat pertunjukan teater yg terkenal adalah Teater Dinonysius yg terletak disamping bukit Acropolis.
Dari ratusan naskah Yunani purba, hanya 35 naskah yg terselamatkan hingga zaman kita ini dan naskah ini di tuliskan oleh 3 penulis drama yg terkenal: 1. Aeskilos; 2. Sophokles; 3. EuripidesAeskilos (525 – 456 SM) lahir dari keluarga berada dan terpandang di Eleusis dekat Athena. Aeskilos ikut berperang Marathon th 490 SM melawan Persia. Sophokles (496 – 406 SM) hidup pada zaman emas kebudayaan Athena, dia terkenal tampan, atletis, terpelajar, dan sangat musikal. Euripides (484 – 406 SM) ketika Sophokles mulai uzur, Euripides justru sedang menjalani masa mudanya yg kreatif. Ia mengalami masa perang antar kota di Yunani (Perang Peloponesus) dan menyaksikan runtuhnya Athena. Ini membuatnya bersikap skeptis, meragukan agama, mempertanyakan tatanan sosial dan moral zamannya. Tidak jarang ia mengkritik dan menyerang kaum politisi dan kaum penulis, akibatnya ia kurang populer di zamannya sendiri
Yunani menjadi sumber utama teater barat, menulis naskah untuk dipentaskan. Di timur tumbuh dan berkembang teater antaran lain di Cina (Opera Cina), Jepang (Noh, Bunraku, Kabuki), India dan Bali juga Jawa (Wayang yg bersumber dari epos Mahabharata dan Ramayana)
Sejarah teater dengan naskah dimulai dari Yunani 
Kita tahu ada tiga penulis tragedi di Yunani pada abad ke 5 SM :
Aeskilos 525 – 456 SM (80 pementasan, 7 naskah)
Sophokles 495 – 406 SM (100 lebih pementasan, 7 naskah)
Euripides 485 – 406 SM (90 pementasan, 19 naskah)
Adapun penulis naskah komedi adalah :
Aristophanes 448 – 338 SM (50 pementasan,11 naskah) Masa Aristophanes disebut “Masa Komedi Tua” 
Menander 342 – 291 SM mengubahnya menjadi “Masa Komedi Muda”
           
Teater Romawi
Kita tinjau terlebih dulu sejarah politik Romawi. Pada 735 Roma adalah sebuah kota yg dikuasai Etruria, Roma Utara. Tahun 509 SM, penguasa Etruria diusir dan Roma menjadi republik.
Pada abad ke 4 SM, Roma berekspansi dan pada 256 SM mulai mengendalikan Italia, Sisilia, serta beberapa wilayah Yunani. Sekitar tahun 240 SM karya-karya drama Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diboyong ke Roma. Tahun 55 SM teater pertama di Roma dibangun oleh Julius Caesar dan dia pula, setelah berkuasa, yang mengubah Romawi menjadi kerajaan pada 27 SM. Kerajaan Romawai bertahan hingga 476 Masehi.
Teater Romawi memang kelanjutan dari Teater Yunani yang kemudian dikembangkan berdasarkan persepsi bangsa Romawi. Teater Romawi memiliki cakupan yang lebih luas, bukan sekedar drama, tapi termasuk didalamnya akrobat, gladiator, pentas sulap, atltik, lomba kereta perang, perang di laut atau naumachia, pertarungan antar hewan atau pertarungan antara hewan dengan manusia.
Festival Romawi atau Ludi Romawi digelar sekitar 207 SM – abad ke 6 M untuk menghormati dewa-dewa. Pada 345 SM dalam setahun Roma menggelar 175 festival, sekitar 101-nya festival teater. Penulis tragedi terbaik adalah Livius Adronicus (240-204 SM) dan Gnaeus Naevius (270-201). Dua penulis itulah yang me-Romakan drama-drama Yunani.
Bentuk lain yang dikenal (270 SM) adalah pantomim, berbeda dengan pantomim masa kini, masa itu pantomim berarti tari solo dengan iringan musik, pelakonnya bertopeng, bercerita tentang sejarah atau dongeng, bisa serius bisa juga lucu. Lawak atau banyolan juga marak, tapi gereja tidak menyukai bentuk ini. Komedi merupakan bentuk paling populer di masa itu, tetapi hanya 2 penulis yang mampu bertahan. Titus Maccius Plautus (254-184 SM) yang mengadaptasi komedi baru Yunani. Publius Terenius Afer (Terence) (195/185-159 SM) lahir di Carthage, datang ke Roma sebagai budak, terdidik dan bebas, serta sebagai penulis.
Penulis tragedi Romawi yang bertahan sejak awal hingga pada periode berikutnya adalah Lucius Anneus Seneca (5/4SM-65 M), dia menulis sekitar 9 naskah tragedi, 5 diantaranya disadur dari karya Euripides. Konon, meskipun kurang dianggap kurang cerdas, Seneca berpengaruh besar dalam seni drama
Apakah Teater Romawi mampu bertahan ?
Ketika ajaran Kristen semakin berkembang dan kekuasaan Kekaisaran berakhir teater Romawi pun gugur. Pada abad ke 4 masehi banyak perayaan festival dikurangi, pada tahun 404 tidak ada lagi gladiator dan pada tahun 523 tidak ada lagi adu binatang. Agaknya kemunduran teater Romawi juga disebabkan lantaran gereja menentang teater yang dianggap berhubungan dengan agama pagan, tidak bermoral, dan lawakannya sering mengejek gereja (terutama menyangkut pengampunan dosa dan pembaptisan).
Sesudah Kekaisaran Romawi runtuh sangat sedikit yang diketahui tentang nasib dunia teater sejak abad 6-10 masehi, tapi kemudian Hrosvitha seorang suster memperkenalkan drama lagi sekitar tahun 925-975 masehi, ibaratnya teater dilahiran kembali. Hrosvitha menulis drama religius berdasarkan karya Terence.
 Zaman Renaissance/Neo Klasik di Itali agak melemahkan posisi gereja dan pengaruh gereja. Paus pindah ke Avignon, Prancis pada 1305 dan pada 1405 Konstantinopel jatuh ke tangan Turki, lalu namanya diubah menjadi Istambul. Pada tahun 1465 mesin cetak ditemukan, Injil dicetak dan buku-buku diterbitkan, sepuluh tahun kemudian mesin cetak dan naskah-naskah drama serta dokumen kopian diboyong ke Itali dan drama dipentaskan di universitas, istana, akademi. Para bangsawan menganggap rendah kesenian dan para seniman teater.
Perkembangan Teater di Inggris
Pada masa Ratu Elizabeth ada dua macam teater: outdor untuk umum dan indor milik pribadi. Kedua teater itu terbuka bagi siapa saja yang mampu membayar, namun teater pribadi lebih mahal, lebih kecil, dan dengan penonton tertentu/pilihan. Sembilan gedung teater dibangun antara tahun 1576-1642, tiga teater terpenting adalah The Globe (1599), The Fortune (1600), dan The Swan.
Di Inggris berakting menjadi profesi yang disahkan pada 1570-an, teater di Inggris secara langsung dikendalikan oleh pemerintah dan perusahaan sandiwara harus memilik izin. Pada masa Ratu Elizabeth, muncul empu-empu drama yang karyanya hingga kini masih dipentaskan di seluruh dunia. Di antaranya yang paling berpengaruh adalah William Shakespeare (1564-1616). Kita tahu karya-karyanya bersumberkan sejarah: Henry IV-V-VI-VII, Richard II-III. Tragedi: Romeo Juliet, Hamlet, Othello, King Lear, Macbeth. Komedi: Twelfth Night, As You Like It, Comedy of Errors.
Sebelum Shakespeare, ada juga beberapa penulis drama, antara lain Robert Green (1558-1592), Thomas Kyd (1558-1594), John Lyly (1564-1606), dan Christoper Marlowe (1564-1593). Ada juga penulis drama yang kurang dikenal: George Champan, John Marston, Thomas Decker, Thomas Heywood, dan Thomas Middleton.
Sesudah Shakespeare, Ben Johnson (1572-1637) dianggap yang terbaik, bahkan beberapa kritikus menganggapnya lebih baik dari Shakespeare. Karya-karyanya yang berupa tragedi dan komedi: Every Man in His humor (1598), Every Man out of His Humor (1599), Cynthia’s Revels, or The Fountain of Self Love (1601), Volvope, or The Fox (1605), Epicoene, or The Silent Woman (1609), The Alchemist (1610), Catiline His Conspiracy (1611), Bartholomew Fair (1614), The Devil Is an Ass (1616), A Tale of a Tub (1633).

Perkembangan teater di Spanyol
Lope de Rueda (1510-1565) sering disebut-sebut sebagai Bapak Teater Profesional Spanyol. Mungkin dia yang tersukses, dia berkeliling dan menuis drama yanng bentuknya serupa sandiwara jenaka abad pertengahan. Penulis lain adalah Juan de la Cueva (1550-1510), yang menggunakan sejarah Spanyol sebagai bahan lakon-lakonnya. Miguel deCervantes (1574-1616) penulis novel terkenal Don Quixote. Dia menulis sekitar 36 drama tentang kehidupan Spanyol kontemporer.
 Tapi konon hanya ada dua penulis drama yang bisa diketengahkan, yang pertama Lope Felix de Vega Carpia atau biasa dikenal Lope de Vega. Dia anggota armada, sekretaris bangsawan, memiliki banyak skandal, dan menjadi pendeta setelah 1614. Pada tahun 1609, menulis 438 komedi. Ada yang memperkirakan dia menulis sekitar 1800 drama, yang masih ada 450 drama. Kabarnya dia menulis 2 drama dalam seminggu, dia sangat terkenal pada masanya.
            Penulis yang kedua adalah Pedro Calderon de la Barca (lebih sering disebut Calderon) (1600-1681). Lebih sering menulis untuk teater istana, dia sendiri anak pejabat istana, lulusan universitas dan menjadi pendeta setelah tahun 1615. Diperkirakan menulis sekitar 200 drama, yang masih tersisa sekitar 100 drama.
Perkembangan Teater di Kawasan Eropa dan AS
            Neoklasik di Prancis  memunculkan seorang penulis bernama Pierre Corneille (1606-1684) yang menulis Le Cid (1636), sebuah drama tragedi. Puncaknya pada Jean Racine (1639-1699), yang menulis Phaedra (1677).
            Penulis drama Prancis, terutama komedi, yang sangat terkenal adalah Jean Baptiste Poquelin atau lebih dikenal sebagai Moliere (1622-1673). Selain penulis drama, dia juga aktor dan memimpin kelompoknya sendiri pada 1660. Membangun kelompok di Istana Raja Louis XIV. Karyanya antara lain School for Wives, The Miser, Tartuffe, Imaginary Invalid, dan banyak lagi
            Di Rusia, penulis drama yang paling dikenal ialah Anton Chekov (1860-1904). Karyanya: The Seagull (1898), The Three Sistes (1900), Uncle Vanya, dan The Cherry Orchard (1902). Berikutnya adalah Maxim Gorky (1868-1936). Karyanya, The Lower Depth (1902), The Childern of The Sun (1905), Dostigayev and others (1933).
            Di Norwegia, Henrik Ibsen (1828-1889). Karyanya, Ghost (1881), Pillar of Society (1887), Hedda Gabbler (1890), A Doll House (1879).
            Di Inggris, George Bernard Shaw (1856-1950). Karyanya, Arms and The Man (1894), Mrs. Warre’s Profession, Major Barbara (1905), Pygmalion (1913).
            Di Swedia, August Strindberg (1849-1912). Karyanya The Father (1887), The Freethinker (1869), Miss Julie (1889), The Stronger (1889), Pariah (1889), dan banyak lagi.
            Di Jerman, Johann Wolfgang von Goethe (1949-1832) lebih dikenal dengan sebutan Goethe. Karyanya, The Robber (1782), Love and Intrigue (1784), The Piccolominis (1799), The Braid of Messina (1803), Williwam Tell (1804), dan banyak lagi.
            Di Amerika Serikat, Eugene O Neil (1888-1953). Karyanya, Beyond The Horizon (1920), Anna Christie (1921), The Emperor Jones (1920), The Great God Brown (1926), Mourning Becomes Elektra (1931), dan banyak lagi. Tennessee Williams (1911-1985). Karyanya, The Glass Menagerie (1944), A Streetcar Named Desire (1947), Cat on Hot Tin Roof (1955), Suddenly Last Summer (1958), dan banyak lagi. Arthur Miller (1915-1999). Karyanya, All My Sons (1947), Death of a Salesman (1949), The Crucible (1953), After the Fall (1964)
Sejarah Teater Modern di Indonesia
Jakob Soemardjo mencatat dan membagi perkembangan Teater Modern Indonesia menjadi 5 periode
I.                 Masa Perintisan Teater Modern (1885 - 1925)
a.      Teater Bangsawan (1885 – 1902)
b.     Teater Stamboel (1891 – 1906)
c.      Teater Opera (1906 – 1925)

II.               Masa Kebangkitan Teater Modern (1925 - 1941)
a.      Miss Riboet Orion (1925)
b.     Dardanella Opera (1926 – 1934)
c.      Awal Teater Modern Indonesia (1926)

III.             Masa Perkembangan Teater modern (1942 - 1970)
a.      Teater di Zaman Jepang
b.     Teater Tahun 1950-an
c.      Teater Tahun 1960-an

IV.            Masa Teater Mutakhir 1970an – 1980an
V.              Teater Kontemporer (Teater Masa Kini) 1980an hingga sekarang
Sebelum Teater Modern berkembang, hampir di setiap daerah Indonesia terdapat Teater Rakyat dan Teater Tradisional. Baik Teater Rakyat maupun Teater Tradisional terdiri dari dua bentuk :
I.                 Teater Orang :
a.      Di Istana Raja: Wayang Wong, Tari Bedoyo
b.     Di Kalangan Masyarakat Umum: Ketoprak, Lenong, Luduk

II.               Teater Boneka :
a.     Di Istana Raja: Wayang Golek-Kulit
b.     Di Kalangan Masyarakat Umum: Wayang Krucil
Apakah teater tradisional lahir begitu saja ?
            Tidak, pada hakikatnya teater tradisional memiliki fungsi pokok yakni:
a.     Memanggil kekuatan gaib
b.     Memanggil rooh yang baik dan mengusir roh jahat
c.     Pelengkap upacara sehubungan dengan siklus waktu: panen, tahun baru
d.  Pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan hidup seseorang: lahir, sunat, nikah, mati, nazar


Perjalanan teater modern Indonesia
    Sekitar tahun 1870-an, rombongan teater dari India datang ke Penang. Mereka diberi nama oleh penduduk setempat “Wayang Parsi”, rombongan teaternya sendiri bernama Mendu. Sebelum pementasan memang ada sesajen untuk memuja Dewa Mendu. Mereka tidak lama berpentas di Penang. Ketika pulang ke India, seluruh peralatan panggung dijual, seorang bernama Mamak Pushi (Mohamad Pushi) membelinya. Mamak Pushi bekerja sama dengan Bey Kassim seorang sutradara mendirikan Sandiwara Melayu pada 1885 dan diberi nama Pushi Indera Bangsawan of Penang.
  Itulah rombonngan Sandiwara Melayu yang pertama, anggotanya pria muda dan bukan bangsawan. Seorang perempuan muda bernama Cik Tot bergabung dan menjadi primadona. Mereka sering diundang berpentas di kalangan bangsawan, mungkin itu sebabnya mereka lebih sering disebut sebagai “Sandiwara Bangsawan”. Akibat populer di daerahnya, mereka berminat petas keliling ke negeri-negeri di Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, dan Batavia. Di Batavia rombongan Pushi Indera bangsawan of Penang bubar, mungkin karena bahasa melayu tinggi yang tidak begitu dipahami oleh masyarakat Batavia. Sama seperti rombongan Mendu, Mamak Pushi akhirnya menjual seluruh peralatan panggungnya
    Seorang dari Turki bernama Jaafar membeli peralatan pentas Mamak Pushi dan mendirikan rombongan sandiwara yang bernama Stamboel (konon asal katanya Istambul, ibukota Turki). Tapi umur rombongan jaafar hanya sebentar. Pada sekitar 1891, sebuah kelompok sandiwara didirikan di Surabaya, nama kelompok itu adalah Komedi Stamboel. Pendirinya seorang Indo-Prancis bernama August Mahieu, pemodalnya seorang Cina bernama  Yap Goan Tay. Mahieu mengangkat Bai Cassim sebagai sutradara. Kita tidak tahu apakah Bai Cassim ini sama dengan Bey Kassim sutradara Pushi Indera bangsawan of Penang.
            Reportoar awal yang digelar adalah kisah-kisah dari 1001 Malam (Aladin), Alibaba, Sinbad Tukang Ikan, Hawa Majlis, Penangkap Ikan & Suatu Jin. Lakon Penangkap Ikan & Suatu Jin diiklankan di Mangga Besar; karcis termahal 2,5 gulden, dan termurah 1 gulden, karcis bioskop termahal 1,5 gulden dan termurah 0,5 gulden. Sekedar untuk bandingan, harga beras 1 kilogram 5 sen. Jadi, harga karcis sandiwara jauh lebih mahal dibanding harga bioskop dan harga karcis termahal 2,5 gulden nilainya sama dengan 50 kilogram beras.
            Selain Pushi Indera bangsawan of Penang, sesungguhnya ada kelompok lain yang serpa dan sama-sama dikenal di kalangan masyarakat seni pertunjukan. Antara lain Mamat Masyhur (Indera Ratoe Opera), pernah diundang main di Istana Sultan Deli. Sementara itu rombongan bangsawan dari Johor Abdoel Moeloek (Doel Moeloek), juga menjalajahi jawa, tapi mereka tidak terlalu berhasil memikat masyarakat penonton Jawa. Sandiwara Bangsawan msih digemari oleh masyarakat Melayu baik Sumatra, Singapura, Malaysia.
            Pada 1903, di Kualalumpur seorang Cina bernama Kapiten Bacik mendirikan dua grup sandiwara yang diberi nama Yap Chow Tong Opera dan Yap Chou Chong Opera. Dia memasukkan unsur-unsur teater barat ke dalamnya, Kapiten Bacik hanyal pemodal, nyaris seluruh pemainnya asal Melayu. Meski dua tahun kemudian bubar, tapi istilah opera mulai dikenal. Hingga 1955, konon ada sekitar 90 rombongan Sandiwara Bangsawan di Malaysia dan Singapura
Bagaimana nasib August Mahieu dan Bai Cassim ?
            August Mahieu mengudurkan diri pada 1906 dan meninggal di Bumiayu. Sementara Bai Cassim kembali ke Penang dan mendirikan Rombongan Bangsawan Seri Pelipoer Lara. Gaya Stamboel yang dicetuskan oleh August Mahieu dan Bai Cassim diteruskan oleh murid-murid mereka yang mendirikan kelompok Komedi Opera Stamboel, Opera Permata Stamboel, Wilhelmina, Sinar Bintang Hindia, Indera Bangsawan, dan Opera Bangsawan. Tampaknya bentuk Sandiwara Bangsawan dan Komedi Stamboel bersinergi dalam bentuk opera.
            Dr. Isaac Cohn dari Belanda menulis disertasi yang diterbitkan jadi buku, berjudul Comedie Stamboel, Group Pertunjukan Paling Populer di Hindia Belanda. Dr. Isaac menganggap bahwa kelompok Teater Koma adalah ‘Penerus Gaya Bangsawan Stamboel’.
Opera Derma di Indonesia
            Pada 1908 masyarakat Cina peranakan di Indonesia membentuk kelompok Sandiwara yang bernama Opera Derma, atau Tjoe Tee Hie. Pergelaran mereka yang pertama diselenggarakan di Weltevreden (sekarang Jatinegara). Digelar dengan maksud untuk mengumpulkan dana sosial. Konon saat itu terkumpul 10.000 rupiah, oleh karena sukses besar, kemudian menjadi trend. Lakon-lakon Cina lama banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu Betawi untuk dijadikan sebagai bahan pementasan.
            Ada kebiasaan terpuji dari pementasan Opera Derma, yakni naskah lakon yang dipentaskan diterbitkan jadi buku dan diharapkan bisa menjadi panduan bagi mereka yang berminat menonton sandiwaranya. Hal itu dimulai pada tahun 1912.
            Kalangan Cina terpelajar sering mengecam pentas-pentas Opera Derma yang dianggap bukan seni, melainkan “hiburan” belaka. Pengecam yang paling keras adalah Kwee Tek Hoay dan Lauw Giok Lan. Keduany menganggap Komedi Bangsawan Mamak Pushi dan Stamboel zamannya Yap Goan Tay jauh lebih bermutu
            Pada tahun 1911 muncul Rombongan Sandiwara Cina Profesional yang pertama, rombongan itu disebut Soei Ban Lian, dipimpin oleh Sim Tek Bie, isteri Tek Bie, Teng Poei Nio, adalah primadona rombongan. Konon Poei Nio sangat pandai bermain sebagai lelaki, saking meyakinkan dia banyak dikagumi oleh encim-encim yang menonton kiprahnya. Teng Poei Nio sempat memainkan peran-peran dalam sandiwara Sie Djin Kwie, San Pek Ing Tay dan Ouw Pehcoa.
            Oleh karena Soei Ban Lian sukses maka didirikan pula rombongan lain yang mematok nama agak mirip: Kim Ban Lian, Tjin Ban Lian.
Rombongan apa lagi yang hidup di Indonesia pada awal abad ke-20 ?
            Dua kelompok sandiwara yang sangat populer pada awal abad ke-20 adalah Miss Riboet Orion dan The Malay Opera Dardanella.
            Miss Riboet Orion didirikan tahun 1925 dan dipimpin oleh Tio Tik Djien atau lebih sering dipanggil Tio TD Jr. Sesungguhnya ada juga dua rombongan sejenis, yaitu The Union Dahlia Opera yang dipimpin oleh Tengku Katan Of Medan, dan The Malay Opera of Mallaca yang dipimpin Wan Yet Alkaf. Rombongan Miss Riboet Orion semula bernama Orion, tapi popularitas Miss Riboet, primdona kelompok yang juga istri dari Tio TD Jr tak bisa dibendung. Akhirnya kelompok itu lebih sering disebut Rombongan Sandiwara Miss Riboet Orion.
           The Malay Opera Dardanella didirikan di Sidoarjo pada 21 Juni 1926, pendirinya bernama Willy Klimanov alias A. Pedro, seorang Rusia putih kelahiran Penang. Kelompok ini lahir ketika Miss Riboet Orion sedang berada di puncak kejayaan, Dardanella mempunyai aktor bintang bernama Tan Tjeng Bok. Aktor ini sangat digemari penonton ketika bermain anggar/pedang. Dardanella penuh dengan bintang, saat itu dikenal sebagai Dardanella’s Big Five, diantaranya Tan Tjeng Bok, Dewi Dja, Riboet II, dan Astaman. Kalau Miss Riboet Orion punya Nyoo Cheong SengDardanella punya Andjar Asmara, seorang wartawan dan penulis drama.
            Persaingan terang-terangan terjadi antara Miss Riboet Orion dengan Dardanella, tapi akhirnya Miss Riboet Orion harus menyerah pada tahun 1934 ketika penulis andalan mereka Nyoo Cheong Seng dengan sukarela dibajak oleh Dardanella. Dia memboyong juga istrinya Kim Nio atau Fifi Young. Banyak bintang baru bermunculan di Dardanella, yaitu Bachtiar Effendi, Ratna Asmara, Koena (saudara Dewi Dja), Ferry Kok, Gadog, Oedjang dan  Herry L. Duart (orang Amerika).
            Masa kejayaan Dardanella berlangsung sekitar 10 tahun. Pada 1935 mereka mengadakan perjalanan keliling Asia (Tour d’Orient) untuk mempertunjukkan tari dan nyanyian Indonesia. Mereka sempat berpentas di Cina, Indo-Cina, Siam, Burma, Ceylon, India dan Tibet, perjalanan lalu diteruskan ke Eropa, sampai akhirnya terjadi perpecahan. Piedro dan Dewi Dja bersama 30 seniman melanjutkan pentas keliling hingga ke Amerika Serikat, sedangkan Andjar Asmara dan istrinya kembali ke Jawa lalu membentuk kelompok Sandiwara baru, Bolero. Nyoo Cheong Seng bersama Fifi Young dan Henry L. Duart mendirikan Fifi Youngs Pagoda, 1937. Rombongan ini banyak menggelar karya Nyoo Cheong Seng.
Nasib teater Indonesia sesudah dardanella
            Tidak banyak yang diketahhui nasib teater Indonesia pada zaman Jepang, yang jelas pada zaman Jepang bentuk teater profesional (populis) yang hidup dan berkembang pada tahun 1870 hingga 1942 telah berubah menjadi teater propagandis. Semua tema harus untuk kepentingan kemenangan perang Tentara Kekaisaran Jepang.
            Waktu itu tercatat lahir beberapa kelompok sandiwara antara lain Opera Valencia (1920) masih bertahan dan berganti nama menjadi Miss Tjitjih (Sunda), kelompok Sandiwara Wargo (sandiwara dalam bahasa Jawa). Kelompok lain Dewi Mada (1943), Warna Sari (1943), Irama Masa, Sandiwara Angkatan Moeda Matahari, Pantjwarna di Jakarta, Moerni di Semarang, Reaksi Seni, Djawa Esya Kosya (Tjahaya Asia), dan Sandiwara Penggemar Maya pimpinan Usmar Ismail.
 Usmar Ismail mendirikan ATNI, Akademi Teater Nasional Indonesia di Jakarta tahun 1955. Salah seorang murid Usmar IsmailTeguh Karya mendirikan Teater Populer tahun 1968. Murid Teguh Karya, Nano Riantiarno mendirikan Teater Koma tahun 1977 di Jakarta. Sementara itu W.S. Rendra mendirikan Bengkel Teater tahun 1967 di Yogyakarta. Arifin C. Noer murid Rendra mendirikan Teater Ketjil tahun 1968 di Jakarta. Putu Wijaya mendirikan Teater Mandiri tahun 1974. Jim Adilimas dan Suyatna Airun mendirikan Studiklub Teater Bandung tahun 1958 di Bandung
            Seniman teater yang juga berkiprah bersama kelompoknya adalah Ikranegara (Teater Saja), Budi S. Otong (Teater Sae), Dindon WS murid Budi S. Otong mendirikan Teater Kubur di Jakarta, Ratna Sarumpaet (Teater Satu Merah Panggung), dan Butet Kertaradjasa (Teater Gandrik).
            Seniman lain berbakat yang tak lelah bereksperimen dengan kelompoknya yang sering disebut sebagai Teater kontemporer Indonesia. Mereka bergerak atau mendirikan kelompok sebagian bssar sesudah tahun 1990-an, meskipun ada juga yang sudah berkiprah sejak tahun 1980-an. Antara lain: Teater Kala, Teater Kita, Sanggar Merah Putih, semuanya berada di Makasar. Teater Hitam Putih, KSST Noktah, Teater Sakata, Komunitas Seni Intro, semuanya berada di Padang. Di Lampung ada Teater Satu, Komunitas Berkat Yakin. Di Solo, Hanindawan Gidag-Gidig, Tonil Klosed, Lungid, dan Slamet Gundono. Di Yogyakarta ada Teater Garasi, Gardanalla, Gandrik, Papermoon. Di Jakarta ada Teater Tetas, Bandar Teater Jakarta, Teater SIM, Teater Syahid, Teater Siluet, dan Teater Kami. Di Bandung, Teater Payung Hitam (Rahman Zabur), Main Teater, Actors Unlimited, Creamer Box, Teater Reublik, Asep Budiman, Celah-Celah Langit (Imam Soleh), Laskar Panggung.

            

No comments:

Post a Comment